Kerjasama Perumnas Pembiayaan Dengan Bank DKI Kurangi Backlog
Seiring berjalannya waktu, kebutuhan masyarakat akan hunian terjangkau terus meningkat. Berdasarkan hasil survei Perumnas tahun 2016, kebutuhan hunian masyarakat terbanyak berada di Jakarta. Oleh karena itu, Perum Perumnas sebagai salah satu pengembang terpercaya bagi masyarakat semakin berupaya mengembangkan produk hunian untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam upaya mencari jalan keluar, Perumnas turut menangani permasalahan backlog melalui kerjasama dengan Bank DKI untuk penyaluran fasilitas kredit pemilikan rumah. Tidak hanya itu, Perumnas turut menggandeng beragam institusi di jajaran Pemerintah Daerah DKI Jakarta dalam gagasan program perumahan terjangkau.
Melalui program tersebut, Perumnas berkontribusi dalam memfasilitasi karyawan Pemda dan BUMD DKI Jakarta yang tercatat sekitar 93.000 orang. Dengan begitu, kebutuhan rumah masyarakat khususnya wilayah Jakarta dapat teratasi.
Backlog rumah termasuk dalam salah satu indikator pemerintah dalam bidang perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. Backlog rumah dapat diukur dari dua perspektif menurut PP DPP (Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan) yakni sisi kepenghunian maupun sisi kepemilikan. Backlog rumah dari perspektif kepenghunian rumah merepresentasikan bahwa setiap keluarga tidak diwajibkan untuk memiliki rumah.
Lalu, untuk backlog rumah dari perspekif kepemilikan rumah dihitung berdasarkan angka home ownership rate (persentase rumah tangga) yang menempati rumah milik sendiri.
Jakarta sebagai ibu kota negara termasuk dalam provinsi dengan persentase home ownership rate terendah (di bawah 70%) yakni sebesar 51,09%. Di samping itu,
masalah backlog atau kebutuhan rumah khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menurut data Kementerian PUPR per 8 Maret 2019 mencapai 7,6 juta unit
Kondisi tersebut yang mendorong pemerintah melalui Program Sejuta Rumah untuk terus mengembangkan hunian terjangkau bagi masyarakat. Pembangunan Program Sejuta Rumah terdiri atas pembangunan rumah susun sewa (rusunawa), rumah khusus, dan rumah swadaya yang bersumber dari APBN dan APBD.
Kontribusi pemerintah pusat dan daerah untuk masyarakat berpenghasilan rendah sebesar 20%, sedangkan pembangunan perumahan oleh pengembang swasta untuk MBR sebesar 30% dan skema non-subsidi atau non-MBR sebesar 50%. Alokasi-alokasi tersebut dibentuk sedemikian rupa untuk mengatasi kurangnya ketersediaan rumah dibalik tingginya permintaan rumah oleh masyarakat.
Oleh karena itu, dengan menggandeng Bank DKI, Perumnas sebagai pengembang milik negara sudah berkontribusi bagi masyarakat untuk mengatasi kesenjangan permintaan rumah dengan ketersediaannya tersebut. Selain itu, melalui keringanan yang ada, Perumnas dapat semakin mencetak banyak gagasan untuk pembangunan rumah yang inovatif bagi masyarakat seluruh Indonesia.