Kronologi Sengketa Tanah Gedung Wismilak Mapolresta Surabaya
Gedung Wismilak kini telah kembali ketangan polisi. Gedung ini sebelumnya merupakan Mapolresta Surabaya Selatan sejak tahun 1945 hingga 1993. Aset ini sempat berpindah ke tangan Wismilak gegara akal bulus mafia tanah. Usai 30 tahun berlalu, Polda Jatim akhirnya mendapati fakta baru bahwa gedung yang berlokasi di Jalan Raya Darmo ini merupakan aset Polri. Akhirnya, dilakukan penyelidikan mendalam. Benar saja, ternyata ada kasus pemalsuan akta otentik, korupsi, hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Farman menceritakan Kapolda Jatim Irjen Toni Harmanto melakukan pengecekan pada aset-aset Polri. Dari hasil supervisi, diketahui bahwa saat itu tiba-tiba terbit Hak Guna Bangunan (HGB) 648 dan 649.
"Kita awalnya tidak mengetahui bahwa ternyata ada kejadian seperti ini. Kita mengetahui adanya pemalsuan surat, aset yang ternyata lepas, setelah kita melakukan penyelidikan mendalam. Setelah kita kumpulkan dan pemeriksaan dokumen, kita tahu ada pemalsuan surat" beber Farman. Farman mengungkap, anehnya HGB bisa terbit saat bangunan tersebut masih ditempati sebagai kantor polisi. Saat itu disebutkan, sebagai gantinya, Polri mendapat kompensasi tanah seluas 3.000 meter persegi, bangunan pengganti Mapolresta dan kendaraan operasional untuk patroli.
Namun ia baru menyadari usai melakukan pendalaman bahwa ketiga kompensasi yang dijanjikan ini tak didapat Polri. Tanah seluas 3.000 meter persegi yang dijanjikan ternyata tak pernah ada dan begitu pula dengan bangunan. "Ada aset polri yang pada waktu itu masih diduga mengacu pada perjanjian dengan PT Hakim Sentosa sedangkan harusnya ada tanah 3.000 meter persegi pengganti tapi faktanya tidak ada. Akhirnya Kapolda memerintahkan untuk melakukan penyelidikan," imbuhnya.
Dalam sejarahnya, Polresta Surabaya Selatan menjadi Mapolsek Dukuh Pakis dan menempati lahan dari Pemkot Surabaya. Namun, Farman menegaskan, lahan yang ditempati itu bukan lah tanah kompensasi. Melainkan tanah pinjaman, yang kemudian baru dihibahkan oleh Pemkot Surabaya pada 2019.
"Pada 1993 sampai 2019, statusnya polisi pinjam pakai tanah dan bukan penggantinya. Tanah itu di luar kompensasi dan dibungkus seolah-olah pengganti kompensasi. Masyarakat tahunya diganti sama tanah yang di Dukuh Pakis. Ternyata, kita baru tahu itu baru dihibahkan kemarin 2019," jelasnya.
Farman pun membeberkan sejumlah fakta temuannya. Salah satunya soal adanya cacat hukum pada dokumen Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki pihak Wismilak. "Objek ini ditempati polri tahun 1945 hingga 1993 tanpa putus. Terakhir, tahun 1993 masih ditempati sebagai Mapolresta Surabaya Selatan. Anehnya, pada saat objek ini masih ditempati, kok bisa muncul HGB," ungkap Farman.
Bermula Dari Data SHGB Kadaluarsa
Diakuinya, di tahun 1992 memang ada data tentang HGB mati, yang kemudian menjadi dasar jual beli hingga penerbitan HGB baru. Namun, soal itu masih didalami. Farman pun mempertanyakan pernyataan Wismilak yang menyebut manajemennya melakukan pembelian bangunan tersebut secara sah dengan status HGB.
"Kok bisa muncul jual beli pada HGB yang sudah mati kalau misal kita mengakui adanya HGB. Sehingga akhirnya, ada PPJB Nyono Handoko pada Willy Walla terhadap pembelian HGB yang sudah mati dan objek yang masih ditempati Polrestabes Surabaya Selatan tahun 1992, apakah itu dikatakan penjual dan pembeli yang beritikad baik?" jelasnya.
Farman menyebut, HGB yang diklaim Wismilak dibeli secara sah ini yakni HGB 648 dan HGB 649. Dalam lembar tersebut, tertulis bahwa HGB ini berdasarkan SK Kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang terbit pada 22 Juli 1992.
SK BPN Yang Tidak Teregistrasi di BPN
Padahal SK tersebut ternyata tidak terdaftar atau tidak teregistrasi di BPN. Farman mengatakan, tidak mungkin HGB muncul berdasarkan SK yang tidak terdaftar di BPN. "Karena SK kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang menjadi dasar hakim dari HGB 648 dan 649 itu ternyata tidak terdaftar dan tidak teregistrasi di Kanwil BPN. Nah, kalau tidak teregistrasi, harusnya kan tidak jadi HGB. Namun, faktanya jadi HGB itu" jelas Farman.
Untuk itu, Farman menegaskan, HGB yang diklaim Wismilak telah dibeli secara sah ini cacat hukum. "Makanya hasil dari gelar kemarin diputuskan bahwa HGB ini cacat hukum, cacat administrasi dan cacat yuridis dalam penerbitannya," imbuhnya.
Dari kasus ini, polisi telah membidik 3 calon tersangka. Selain itu, Farman menyebut, tak menutup kemungkinan akan ada calon tersangka dari pihak BPN yang menerbitkan SK tersebut. "Mungkin juga akan ada nanti kepada pihak BPN. Yang sudah membuat surat SK yang tidak terdaftar karena SK kanwil BPN nomor 1051 dan 1052 yang menjadi dasar HGB itu" beber Farman.
Sementara itu, tiga calon tersangka tersebut yakni dua orang penjual lahan dan seorang petinggi di kepolisian. Namun, petinggi kepolisian tersebut baru meninggal dunia 4 hari lalu. "Ada tersangka, sementara untuk itu kita tetapkan harusnya 3. Namun, kita baru mendapat kabar duka 4 hari lalu ada salah satu calon tersangka meninggal dunia" kata Farman.
Sebelumnya, Gedung Wismilak Surabaya di Jalan Raya Darmo resmi disita Polda Jatim. Penyitaan ini setelah Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim tuntas menggeledah, papan penyitaan langsung dipasang di lokasi.
Sementara itu, Pihak Manajamen PT Wismilak Inti Makmur Tbk melalui Kuasa Hukumnya Sutrisno, SH and Associates menolak penyitaan gedung Wismilak. Alasannya, gedung tersebut telah dibeli secara sah dengan status HGB. "Kami menolak untuk dilakukan penyitaan terhadap gedung ini karena kami membeli gedung ini dengan dibuktikan adanya sertipikat dan bukan kejahatan secara pidana maupun perdata," lanjut Sutrisno
Sejarah Gedung Wismilak Surabaya
Gedung Wismilak tersebut punya riwayat panjang. Pegiat sejarah menyebut gedung tersebut pernah menjadi markas polisi. Kuncarsono Prasetyo dari Begandring Soerabaia mengungkapkan bahwa markas Polisi Istimewa pertama kali sebelum era kemerdekaan berada di gedung itu. Pasukan Polisi Istimewa berhasil menduduki gedung tersebut dari penjajah.
"Dulu, kantor polisinya itu di sisi seberangnya (sekarang menjadi monumen patung M Jasin), yang sekarang (Gedung Wismilak) pindahan dari pos polisi itu," ungkap pria yang akrab disapa Kuncar.
Kuncar menuturkan, gedung itu dulunya bernama Coen Boulevaard. Namun, oleh masyarakat kala itu dijuluki Jalan Coen. "Nama Coen sendiri diambil dari Jan Pieterszoon Coen Gubernur - Jenderal Hindia Belanda yang empat dan keenam," tuturnya.
Pada masa jabatan pertama, 1619 hingga 1623, Coen menjalankan otoritasnya untuk memerintah. Ia sempat berhenti sekitar 5 tahun. Lalu, menjabat dan memerintah lagi di masa jabatan yang kedua, yakni pada tahun 1627 sampai 1629.
Sekitar tahun 1920an, salah satu bukti konkret adalah kartu pos terbitan Jong Soe Hien yang menampilkan foto gedung Wismilak dengan bendera setengah tiang. Seiring berjalannya waktu, gedung eks Commissariaat Van Politie itu masih terlihat megah.
Sekitar tahun 1920, gedung itu sempat menjadi toko yang menjajakan kebutuhan kaum elite Belanda. Toko itu buka selama 15 hingga 16 tahun. Lalu di tahun 1936, gedung disewa oleh seseorang dan diberi nama Toko Yan. Kemudian, saat zaman pasukan negeri matahari terbit menjajah, gedung itu menjadi asrama polisi yang dibentuk oleh pasukan Jepang hingga jelang kemerdekaan di tahun 1945.
Ketika Indonesia merdeka maka arek-arek Suroboyo dan para polisi merebut gedung Coen. Gedung itu lantas menjadi kantor polisi hingga 1993. Kuncar menambahkan, sekitar tahun 2000 maka gedung itu beralih kepemilikan. Kuncar tak menyebut secara pasti jual beli yang terjadi. Yang jelas, gedung itu kemudian ditempati Wismilak. Sementara kanotr polisi pindah ke Dukuh Kupang (sekarang Polsek Dukuh Pakis). "Dulu, namanya Polres Surabaya Selatan. Sekarang, ditempati Wismilak sejak tahun 2000-an," papar Kuncar.
Kemudian gedung eks Commissariaat Van Politie te Coen Boulevard tersebut digunakan sebagai kantor divisi khusus Direktorat Pengamanan Objek Vital (Ditpamobvit). Lalu, entah seperti apa detailnya, kata Kuncar, di tahun 2003 Wismilak memutuskan untuk menambah bangunan baru.
Meski perusahaan Wismilak berkembang, mereka tak memugar gedung lama. Mereka juga mendapat izin dari Pemkot Surabaya. Wismilak meresmikan gedung itu pada 9 September 2009.
Kuncar meyakini, meski usia gedung mencapai 1 abad lebih, namun bukan berarti tak terawat. Menurutnya, selain masuk dalam cagar budaya, bangunan tersebut termasuk antik. Pada zamannya, gedung 2 lantai itu terbilang langka. Bahkan, bisa disebut satu-satunya 'rumah' dua lantai pada eranya. "Lantai 1 terbuat dari batu alam, lantai 2 kayu. Total luas gedung sekitar 999,89 meter persegi," terangnya.
Ada banyak ruangan di gedung tersebut sesuai dengan peruntukannya. Lalu, ada tangga yang terbuat dari kayu yang masih kokoh sampai saat ini, lengkap dengan lantai kayu yang sampai saat ini masih terawat baik. Menurut Kuncar, gedung itu tergolong unik lantaran hampir seluruh material asli masih kokoh. Tak ayal, beberapa perawatan atau pemugaran masih harus dilakukan untuk menjaga keaslian dan keutuhan gedung.
Dalam perjalanannya, gedung yang berada di jantung Kota Pahlawan itu kerap dilakukan pemugaran. Namun, masih mempertahankan bentuk bangunan era klasik kolonial yang hingga kini masih bisa dinikmati masyarakat.
"Bentuk bangunannya khas arsitektur barat era 19 sampai 20-an," beber Kuncar.