Pemanasan Global (Global Warming) yang menyebabkan perubahan iklim bukan lagi issue, tapi sudah terjadi dan mengancam peradaban manusia. Perubahan iklim ini akan menyebabkan mencairnya es di kutub (Greenland dan antartika barat) dan di puncak gunung, naiknya permukaan air laut, berkurangnya persediaan pangan, kesehatan memburuk, menipisnya persediaan air, meningkatnya perpindahan penduduk dan konflik, kepunahan spesies daratan, kerusakan ozon, rusaknya ekosistem laut, deforestasi hutan, rusaknya ekosistem air tawar, pengasaman laut, pelepasan metana dan karbondioksida, angin topan, kekeringan, kebakaran dan gelombang panas.
Sejak diberlakukannya Protokol Kyoto tahun 1997, tercatat sudah sebanyak 193 Pihak (192 negara dan 1 organisasi integrasi ekonomi regional) yang telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk Indonesia. Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global.
Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca Iainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 oc dan 0,28 oc pada tahun 2050 (sumber: Protokol Kyoto).
Perubahan iklim merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi manusia di abad 21 ini. Sejumlah bukti baru dan kuat yang muncul dalam studi dan penelitian memperlihatkan bahwa masalah pemanasan yang terjadi setelah revolusi Industri disebabkan Oleh ulah manusia. Oleh karena itu, mulailah issue ini menjadi trending topic yang disikapi diberbagai Negara termasuk Indonesia dengan cara yang beraneka ragam.
Di bidang industri, ada konsep Green Industry dan di bidang perencanaan, dikenal dengan nama Sustainable Development, Green City, Eco City, Eco Village dan Green Building. The Green City merupakan konsep penataan kota yang merespon dampakpemanasanglobal sehingga tercipta keseimbangan ekosistem yang dapat menyelamatkan peradaban.
Konferensi The Green City di Warsawa tanggal 22-23 September 2007 menyebutkan bahwa sebuah kota bertindak sebagai titik dari peradaban dan pusat refleksi dari perdebatan politik yang dominan.
Neoliberalisme ekonomi dan konservatisme sosial telah menjadi hal yang umum bagi kota- kota di Eropa yang menyebabkan mereka menutup diri dari seluruh dunia (tidak peduli sama alam), didominasi Oleh billboard mobil dan kamera keamanan. Itulah sebabnya mereka membutuhkan alternatif konsep penataan kota yang manusiawi, kota yang hijau, berkembang secara berkelanjutan dan memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
The Green City adalah tempat yang toleran dan terbuka, inklusif dan aman, di mana setiap pendatang baru merasa diterima, dan setiap warga negara dapat memanfaatkan sepenuhnya ruang publik dan pelayanan, memiliki perasaan seperti masyarakat setempat dan mampu mengubah sekelilingnya.
Jauh sebelum Pemanasan Global (Global Warming) menjadi trending topic, filsuf Yunani Kuno Plato mendefinisikan kota sebagai sebuah pencerminan dari kehidupan dalam ruang jagat yang berdasar pada hubungan manusia dengan sesamanya. Juga mendefinisikannya sebagai sebuah bentuk organisasi sosial dan politis yang memudahkan warganya mengembangkan potensi mereka dan hidup bersama sesuai dengan nilai kemanusiaan dan kebenaran (London, 2000).
Menurut definisi Wikipedia Indonesia, kota (city) adalah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum. Selain kota, terdapat pula istilah kawasan
perkotaan.yaitu wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Sehingga dapat disimpulkan dari penjabaran di atas, bahwa terdapat beberapa elemen yang sangat penting dalam definisi kota, yaitu manusia dan ruang. Membangun suatu kota dalam suatu wilayah terkait erat dengan pembangunan peradaban suatu bangsa.
Islam telah menukilkan tinta emas sejarah dalam pembangunan peradaban, dimulai dari strategi pembangunan kota berbasis Masjid, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW 1400 tahun yang lalu. The Green City berbasis Masjid merupakan konsep penataan kota yang dibangun di atas keanekaragaman, menjadikan Masjid (tempat ibadah) sebagai pusatnya, menciptakan ruang publik yang demokratis dan citra kota yang menerima keanekaragaman, toleran dan aman.
Konsep tersebut didasarkan pada asumsi bahwa esensi sebuah kota adalah masyarakatnya yang membutuhkan tempat ibadah, kualitas ruang publik yang nyaman, distribusi yang sama dan ketersediaan barang-barang publik dan pelayanan sebagai pondasi dari demokrasi, persamaan hak, dan kota yang berkelanjutan. Nabi Muhammad SAW mencontohkannya dengan sangat sempurna dalam membangun Yatsrib yang kemudian dikenal dengan nama Madinah Al- Munawwaroh atau Kota yang Bercahaya.
Konsep The Green City meliputi Keadilan di bidang Lingkungan, Transportasi, Demokrasi dan Pendidikan Perkotaan. Di bidang lingkungan, meyakini bahwa lingkungan yang baik adalah lingkungan dimana jalan-jalannya bebas dari sampah, udaranya bersih dan tingkat kebisingannya rendah.
Setiap orang, terlepas dari kekayaan atau warna kulit, mereka memiliki hak yang sama untuk hidup di tempat yang nyaman. Di bidang transportasi, penggunaan transportasi massal merupakan keniscayaan karena penggunaan kendaraan pribadi menyebabkan semakin habisnya sumber energi fosil.
Tram dan kereta dapat diakses oleh kaum diffable dan manula serta anak-anak. Ada zona untuk pedestrian dan jalur sepeda. Di bidang Demokrasi dan Pendidikan Perkotaan, warga negaranya yang aktif harus diikutsertakan dalam sistem pendidikan dan didukung Oleh pemerintah.
Metode pengajaran demokrasinya diajarkan di sekolah, debat antar sekolah, pertemuan rutin pemuda dengan dewan kotanya, ada klub-klub diskusi, ada debat terbuka di hadapan publik, sehingga terlihat aktivitas warganya dalam berdemokrasi.
Langkah-langkah sederhana yang bisa diterapkan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan The Green City meliputi:
Bagaimana membuat ruang publik yang ramah dan nyaman, membuat pusat olah raga, mempertahankan taman dan area bermain anak, infrastruktur jalan yang bersih dan rapih dengan memfasilitasi pedestrian untuk pejalan kaki dan penyandang cacat, jalur sepeda, infrastruktur untuk transportasi massal yang mudah diakses dan nyaman, free akses internet di tempat umum.
Upaya pelaksanaan konservasi dan upaya menjaga keseimbangan sistem alam dengan cara pemanfaatan lahan-lahan kosong yang menjadi aset pemerintah kota dengan penanaman pohon-pohon untuk penghijauan maupun untuk pohon-pohon produktif, pemenuhan kualitas budaya dan estetika, serta sebagai media sirkulasi udara segar.
Upaya meminimumkan dampak negatif aktifitas pada lingkungan, dan memperkecil biaya operasional terkait penggunaan energi maupun air, dengan sistem kontrol dan aktifitas diversifikasi energi serta penggunaan energi dan air secara efisien melalui pemanfaatan sumber energi selain energi berbasis fosil.
Misalnya pemanfaatan energi panas matahari dan / atau energi angin, konservasi dan penggunaan kembali air buangan untuk di proses kembali menjadi air bersih dan suci, serta penyiapan penampungan dan penyimpanan sumber-sumber air bersih.
Upaya mengatur dan mengelola aliran material sampah maupun limbah domestik dengan mengklasifikan jenis limbah organik/non organik, basah/kering untuk kemudian dilakukan reuse ( penggunaan kembali limbah yang langsung bisa dipakai ulang), recycle (diproses ulang untuk dapat dimanfaatkan kembali) maupun reduce (dikurangi kadarnya supaya tidak mencemari lingkungan).
Pemanfaatan limbah atau sampah sebagai sesuatu produk yang berharga yang dapat dijual untuk digunakan Oleh pihak lain. Semua aktifitas ini dilakukan dalam rangka konservasi dan menjaga lingkungan tetap bersih, nyaman dan sehat.
Aktifitas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan kota juga harus mampu memberikan peningkatan kualitas kenyamanan dan kesejahteraan bagi masyarakat kota dan seluruh stakeholder terkait dan bagi masyarakat sekitar, baik dari sisi keterlibatan aktifitas ekonomi misalnya dengan keterlibatan masyarakat sekitar untuk pemenuhan kebutuhan aktifitas masyarakat kota, maupun rasa aman dan nyaman serta peningkatan kualitas sosial kemasyarakatan masyarakat sekitar dengan adanya aktifitas green city.
Perencanaan, disain dan kontruksi bangunan juga harus ramah lingkungan.
Dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan kota sebagai Green City maka harus senantiasa terbina kesepakatan dan kesepahaman seluruh masyarakat kota, dalam harmonisasi pelaksanaan setiap aspek kegiatan untuk terpenuhinya tujuan bersama secara berkelanjutan, meliputi tujuan untuk meningkatkan performansi lingkungan, ekonomi, sosial berbasis pada law enforcement peraturan perundangan yang berlaku.
Kriteria The Green City ada 8, yaitu:
Pembangunan kota harus sesuai peraturan IJU yang berlaku, seperti UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Kota Ramah Lingkungan harus menjadi kota waspada ben- cana), IJU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan IJU no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Konsep Zero Waste dengan pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang.
Konsep Zero Run-off, semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah dan selama mungkin di tahan di dalam tanah (konsep ecodrainase).
Infrastruktur Ramah Lingkungan yang mendukung dan melindungi aktivitas manusia yang meliputi berbagai jenis bangunan gedung, moda transportasi, pembangkit dan distribusi energi, komunikasi, pasokan air bersih dan pengolahan limbah.
Transportasi Ramah Lingkungan meliputi penggunaan transportasi massal, ramah lingkun- gan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan ber- motor – berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak
Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%).
Bangunan Ramah Lingkungan yang meliputi optimasi lahan, sederhana, pengendalian pa- nas, penghematan air dan energi, pemanfaatn taman dan roof garden, pengendalian limbah, keseimbangan air tanah dan optimasi tata udara.
Partisipasi Masyarakat (Komunitas Hijau)
Sebagai manusia, kita harus bisa mengelola ruang secara arif dan bijaksana. Ruang disini be- rarti tempat makhluk hidup beraktivitas, tidak hanya manusia, sehingga dibutuhkan keseim- bangan dengan mahkluk Iain dalam membina lingkungannya. Itulah yang dinamakan arsitek- tur, yaitu seni dalam menyeimbangkan ruang tempat makhluk hidup beraktivitas.
Pemanasan Global sudah terjadi dan kita sebagai manusia yang mempunyai kemampuan sebagai arsitek harus memulai menyeimbangkan ruang, kalau tidak sekarang kapan lagi?